Di antara kelebihan Nabi Musa adalah dapat beraudiensi (berbicara) dengan Allah. Dengan kelebihan itu, ia dikenal dengan Kalimullah. Pada suatu saat, Nabi Musa ingin berjumpa dan dipanggil oleh Allah untuk datang ke bukit Sinai. Di tengah jalan, ia berjumpa dengan seorang yang shaleh. Orang itu mendekati Nabi Musa sambil mengatakan, “Wahai Kalimullah, saya ini orang shaleh. Semua ibadah, apakah itu shalat, puasa, zakat, haji atau yang lainnya, saya kerjakan. Bahkan, saya menderita atas keshalehan saya, demi ketaatan saya kepada Allah. Bagi saya, itu tidak menjadi masalah. Biarlah. Tetapi, saya ingin mendengar, kira-kira apa balasan yang Allah berikan kepada saya. Karena engkau seorang Nabi yang bisa berdialog dengan Allah SWT., tolong tanyakan kepada-Nya.” Nabi Musa dengan senyum menjawab, “Insya Allah.”
Nabi Musa melanjutkan perjalanannya. Sebelum sampai di bukit Sinai, dia bertemu dengan seorang biasa dan orang tersebut menghampiri Nabi Musa seraya berkata, “Ya Nabi Allah, saya ini orang biasa. Shalat jarang, maksiat jalan terus, amalan-amalan Agama tidak pernah dilakukan. Tetapi, itulah saya.” Nabi Musa mengatakan, “Lalu, kamu mau apa?” “Tolong ya, Nabi Musa, tanyakan kepada Allah tentang nasib saya di akhirat.” Musa pun dengan senyum mengatakan, “Insya Allah.”
Setelah dari bukit Sinai dan mendapatkan perintah Ten Commandements (Sepuluh Perintah Tuhan), Nabi Musa berjumpa dengan orang shaleh. Orang shaleh itu menanyakan, “Bagaimana tentang saya?” Nabi Musa mengakatan, “Allah telah memberikan tempat yang baik. Karena memang engkau telah berbuat baik dengan keshalehan.” Dengan senang dijawab oleh orang shaleh itu, “Wah, memang seperti yang telah saya duga sejak awal.” Setelah itu, tiba-tiba seorang yang biasa-biasa saja, datang kepada Nabi Musa. Dia bertanya, “Ya Nabi Musa, bagaimana nasib saya di akhirat?” Kata Nabi Musa, “Engkau akan ditempatkan pada tempat yang sangat buruk, sesuai dengan amalmu.” Dijawab oleh orang tersebut, dengan bangga. Ia bangkit, menari-nari. Sikap ini tentu diluar dugaan Nabi Musa sehingga terkejut. Orang biasa itu berkata, “Alhamdulillah, Allah masih ingat sama saya. Barangkali Allah sudah tidak ingat lagi kepada saya. Saya bersyukur itu. Sebab, Allah ingat saya. Saya mau ditempatkan dimana itu terserah Allah. Itu hak prerogatif.”
Singkat cerita. Begitu terjadi proses demikian, nasib kedua orang itu di Lauh Mahfudh diputar oleh Allah. Yang shaleh dipindahkan di neraka, yang preman dipindahkan ke surga. Itu semata-mata terjadi oleh karena hak prerogatif Allah SWT. Nabi Musa takjub. “Ya Allah, kok begitu?” Kata Allah, “Ini hak saya.” “Ya, tetapi apa penyebabnya?”, tanya Nabi Musa. Jawab Allah, “Orang pertama dengan amal shalehnya tidak layak memperoleh anugerah-Ku. Sebab, anugerah-Ku tidak dapat dibeli dengan amal shaleh. Sedangkan orang kedua itu telah membuat Aku tersenyum. Sebab, dia ridla terhadap apapun yang Aku berikan kepadanya. Keridlaannya itulah yang membuat Aku tersenyum dan senang.”
Huda Assalam
No comments:
Post a Comment